Herry Mardianto
Herry Mardianto Penulis

Suka berpetualang di dunia penulisan

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN Pilihan

Finansial Sehat Ramadan: Jangan Kegedhen Empyak Kurang Cagak

16 April 2023   13:58 Diperbarui: 16 April 2023   13:59 1081
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Finansial Sehat Ramadan: Jangan Kegedhen Empyak Kurang Cagak
Menabung/Foto: Hermard

Lain ladang, lain pula belalangnya. Pepatah bijak ini bisa kita kaitkan dengan tradisi memasuki, menjalani, dan memenangi bulan Ramadan. 

Tahun 1970-an tradisi memasuki bulan ramadan di Kuala Tungkal, Jambi, adalah "menguras" tabungan untuk merayakan ramadan dan idulfitri. Seakan-akan memang muncul semangat bersama mencari uang selama setahun hanya untuk dihabiskan demi menyiapkan pesta kemenangan menjalankan ibadah puasa, menggapai hari yang fitri. 

Kita tak usah heran jika bertamu ke tempat tetangga/kerabat, ruang tamunya diisi perabotan baru, makanan/minumnya disajikan melimpah ruah di meja. Lampin rotannya mengkilap, cat dinding kayunya mulus, kordennya tidak lecek.

Saat pindah ke Yogyakarta tahun 1980-an, memasuki bulan Ramadan, suasananya adem ayem, tidak ada kehebohan mengecat ulang rumah, membeli perabot baru, mengganti korden. 

Paling yang berbeda, saat idulfitri, adalah isi meja tamu yang dipenuhi dengan aneka kue dan minuman. Selebihnya biasa saja. 

Eloknya lagi, suasana lebaran sangat terasa hanya pada hari pertama. Setelah hari pertama atau kedua, lebaran terasa basi. 

Paling-paling yang tersisa adalah kemeriahan syawalan trah dan halal bihalal di kantor-kantor. Bahkan di desa, para petani pada hari kedua sudah kembali ke alam: bekerja ke sawah -- tandur, nggaru, leb, mantun, dan angon.

Perbedaan suasana lebaran itu terjadi setidaknya karena masyarakat di Kuala Tungkal lebih homogen, sedangkan di Yogya sangat heterogen. Penyebab lainnya karena masyarakat Jawa (Yogyakarta) sangat fasih memaknai peribahasa kegedhen empyak kurang cagak

Mereka berhati-hati dalam pengelolaan keuangan agar tidak lebih banyak pengeluaran dibandingkan pemasukan, atau terlalu besar empyak (yang disangga), daripada cagak (tiang penyangga). Kalau situasi itu terjadi akan mengakibatkan bangunan roboh karena  tiang penyangganya kurang kuat.

Begitu pula dengan pengelolaan kekuangan, jika tidak bisa mengatur dengan baik, niscaya akan berakibat devisitnya keuangan.

Tidak hanya itu, ada makna lain terkait peribahasa kegedhen empyak kurang cagak yakni keinginan terlalu tinggi, namun tidak sanggup membiayainya.

Bercermin dari peribahasa (jangan) kegedhen empyak kurang cagak, maka agar finansial sehat selama ramadan, kita harus berhati-hati dalam pengeluaran uang. 

Meskipun selama puasa kita hanya makan dua kali sehari, ternyata pengeluaran uang lebih banyak dibandingkan hari biasa (makan tiga kali). Hal ini terjadi karena kita mudah tergiur dan kalap mata, ingin membeli makanan ini-itu untuk berbuka puasa. Padahal begitu berbuka puasa, minum dan makan sedikit saja, perut terasa sudah kenyang. 

Atau terkadang sekadar mengikuti tren dan biar dianggap kekinian,  mengadakan acara buka bersama dengan dua sampai lima orang teman.

Merasa mendapat THR, lalu memesan berbagai macam kue lebaran: roti sagu, nastar,  kastengel, lapis legit, maskuba, dan entah roti hantu blau apalagi, tanpa mengingat  pesanan roti harganya sudah  berganti (bukan sekadar naik) dibandingkan tahun lalu.

Begitu juga soal tampilan, ingin berbeda dari hari-hari biasa, maka beli pakaian di mal. Semula ingin beli satu, tapi karena ada promo beli dua gratis satu, jadilah beli dua baju. Tak sadar kalau berpengaruh pada budget.

Jangan remehkan yang kecil/Foto: Hermard
Jangan remehkan yang kecil/Foto: Hermard
Mengelola keuangan dengan baik dan sehat saat ramadan, sesungguhnya mencerminkan bagaimana kemampuan kita menahan hawa nafsu menghambur-hamburkan uang. 

Cukuplah kita makan dan tampil seadanya. Gunakanlah kelebihan uang untuk bersedekah kepada saudara-saudara kita yang masih kekurangan dalam mencukupi kehidupan sehari-hari.

Prinsip pengelolaan keuangan yang saya terapkan selama ramadan adalah dengan menempuh jalan ana sethithik dipangan sethithik, yen ana turah disisihke enggo sesuk esok...

Dengan begitu, setelah lebaran, saya tetap punya uang tabungan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Kaseri
Kaseri Guru SMA Negeri 1 Jombang

Dear Mba Tutut. Salam kenal. Momen lebaran biasanya identik dengan Halal Bi Halal, baik itu di kampung ataupun di sekolah. Bagaimana cara efektif mengelolah sampah plastik dari acara kegiatan HBH tersebut?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

Nunggu Bedug Makin Seru di Bukber Kompasianer

Selain buka puasa bersama, Kompasiana dan teman Tenteram ingin mengajak Kompasianer untuk saling berbagi perasaan dan sama-sama merefleksikan kembali makna hari raya.

Info selengkapnya: KetemudiRamadan2025

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun